Sabtu, 22 Juni 2013



*    TEORI EVOLUSIONISME
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia evolusi berarti perkembangan atau pertumbuhan yang berangsur-angsur. Namun dalam artian epistimologi, evolusi berarti perubahan secara perlahan namun pasti menuju kesuatu titik.
Pada bidang Sosiologi, kita kenal Teori Evolusi Sosial yang dipopulerkan oleh Sir Herbert Spencer (1820-1903), yang menyatakan bahwa masyarakat berkembang dari bentuk yang sederhana, tidak teratur menjadi bentuk yang koheren dan teratur. Sementara itu, pada kajian Hubungan International, dikenal juga teori International Darwinism dengan konsep negara yang paling kuatlah yang akan menang dalam setiap kancah persaingan internasional.
Evolusi Sosial digambarkan sebagai serangkaian perubahan sosial pada masyarakat yang berlangsung lama dan berawal dari kelompok suku dan/atau masyarakat sederhana dan homogen kemudian secara bertahap menjadi masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi masyarakat modern yang heterogen, kompleks dan diferensiasi fungsi. Dalam menjalani tahapan-tahapan perubahan tersebut setiap kelompok masyarakat mempunyai metode/cara yang tidak sama karena menyesuaikan dengan unsur budaya lokal. Adalah pemikiran Auguste Comte sebelum Herbert Spencer, yang menitikberatkan bahwa masyarakat adalah pemimpin yang memiliki kedudukan dominan terhadap individu manusia pribadi.
Pandangan Herbert Spencer dalam evolusi sosial terkenal dengan sebutan Darwinisme Sosial atau Social Darwinism meskipun Teori Evolusi Darwin hanyalah memberikan inspirasi bagi teori evolusi sosial dan sama sekali bukan buah pemikiran Darwin. Hanya karena Herbert Spencer melihat ada kesamaan dalam teori evolusi darwin maka kadang manusia disebutnya sebagai organisme. Dalam ilmu Psikologi hal ini lebih dikenal dengan teori Coping Behaviour.
Darwinisme Sosial menggambarkan bahwa perubahan dalam masyarakat berlangsung secara evolusioner (lama) yang dipengaruhi oleh kekuatan yang tidak dapat diubah oleh perilaku manusia. Individu menjadi poros utama perubahan. Meski masyarakat dapat dianalisis secara struktural, namun individu pribadi adalah dasar dari struktur sosial, karena Spencer memandang sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara inkorporatif. Struktur sosial dibangun untuk memenuhi keperluan anggotanya. Teori Spencer mengedepankan perjuangan hidup dan karenanya sangat cocok dengan perkembangan kapitalisme, liberalisme dan individualisme. Hal ini dituangkan dalam buku Principles of Sociology, 1855.
TEORI EVOLUSI MENURUT HARUN YAHYA

Merupakan antitesis dari teori evolusinya Charles Darwin. Darwin mengungkapkan bahwa makhluk hidup muncul di dunia merupakan kebetulan semata tanpa ada yang menciptakannya. Darwin juga memperkenalkan bahwa satu spesies atau makhluk bisa melakukan evolusi menjadi makhluk yang lain dalam jangka waktu yang lama.Jelas sekali pandangan Darwin dianggap Harun Yahya bertentangan dengan dogma agama yang menyebut Tuhan sebagai pencipta segala jenis makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia.
Teori yang ditemukan Darwin bisa dikatakan memperkuat keyakinan kaum Taisme kan Komunisme, sebaliknya meruntuhkan dan atau bertentangan dengan normatif keagamaan yang menggap Tuhan sumber segala kehidupan dan penciptaan.Esensialisme Teori Darwin Sebagaimana dipahami, dan hal ini yang menjadi urgensi mendasar konter teori evolusi menurut harun yahya yakni kehidupan suatu makhluk dibentuk melalui pencampuran beberapa senyawaan organic yang bergabung dalam suatu waktu dan kondisi tertentu, yang juga melalui bantuan fenomena alam terjadi secara random. Pada awalnya senyawa tersebut membentuk molekul, dan kemudian berkembang menjadi bulir kehidupan hingga mengalami perkembangan yang terus-menerus hingga saat ini.Inti konsep teori evolusi Darwin bisa dibaca bahwa waktu, unsure serta materi non bendawi lah yang menjadi cikal bakal terbentuknya produk yang diciptakan. Dan hal itu terjadi dengan sendirinya tanpa di tentukan atau diatur oleh apapun dan siapapun. Dasar teori tersebut banyak menimbulkan kegaduhan intelektual diantaranya dating dari pierepaul grase yang menyatakan bahwa teori evolusi sungguh sulit diterima akal. Sehingga dalam bukunya evolution of living organisme, ia menyebut bahwa evolusi Darwin hanya kebetulan saja telah sangat dipercayai oleh banyak orang yang berlindung dibawah kedok ateisme.
Teori Evolusi Harun YahyaMengcounter teori evolusinya Darwin, Harun Yahya yang konsern mengadakan penelitian dan menulis buku-buku keislaman jelas merasa keberatan dengan evolusi Darwin tersebut. Dengan teorinya yang secara khusus membantah teori Darwin yang fenomenal sekaligus kontrovesial itu Harun Yahya banyak menyebutkan dan mengalirkan data-data yang menggugurkan teori evolusi yang telah banyak disembah orang selama berabad-abad silam.

*      TEORI FUNGSIONALISME
TEORI FUNGSIOANALISME MENURUT EMILE DURKHEIM
Teori fungsionalisme  adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. 
Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. 
Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Durkheim berpikir bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat, suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
 Teori fungsionalisme yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan serta kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dari kondisi dinamika dalam keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.
     Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Dalam bukunya "Pembagian Kerja dalam Masyarakat", Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya.
Dalam masyarakat tradisional, menurut Durkheim kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual,  norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi. Sedangkan  dalam masyarakat modern,  pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri.
Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swasembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu seperti bahan makanan, pakaian, dll untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini. Menurut Durkheim bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif. Seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
     Mengutamakan keseimbangan, dengan kata lain teori ini memandang bahwa semua peristiwa dan struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Dimana jika sekelompok masyarakat ingin  memajukan kelompoknya, mereka akan melihat apa yang akan d kembangkan dan tetap mempertahankan bahkan  melestarikan tradisi-tradisi dan budaya yang sudah berkembang dan menjadikannya sebagai alat modernisasi.
            Namun dalam hal ini penganut teori fungsional seringkali mengabaikan variabel konflik dan perubahan sosial dalam analisa mereka, akibatnya mereka seringkali di cap sebagai kelompok konservatif karena terlalu menekankan kepada keteratuan dalam masyarakat dan mengabaikan variabel konflik dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dalam masyarakat yang beragam kebudayaan akan sangat mudah terjadi konflik, namun teori fungsional akan menjadi garis tengah untuk menjadikan sebuah perbedaan menjadi alat untuk bersatu













*      TEORI KONTAK BUDAYA

1.      Budaya yang lebih tinggi dan aktif akan mempengaruhi budaya yang lebih rendah dan pasif melalui kontak budaya (Malinowski, 1983:21-23). Teori Malinowski ini sangat nampak dalam pergeseran nilai-nilai budaya kita yang condong ke Barat. Dalam era globalisasi informasi menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir manusia. Budaya barat saat ini diidentikkan dengan modernitas (modernisasi), dan budaya timur diidentikkan dengan tradisional atau konvensional.
2.      Teori Sinkronisasi Budaya (Hamelink, 1983) menyatakan “lalu lintas produk budaya masih berjalan satu arah dan pada dasarnya mempunyai mode yang sinkronik . Negara-negara Metropolis terutama Amerika Serikat menawarkan suatu model yang diikuti negara-negara satelit yang membuat seluruh proses budaya lokal menjadi kacau atau bahkan menghadapi jurang kepunahan.
Dimensi-dimensi yang unik dari budaya Nusantara dalam spektrum nilai kemanusiaan yang telah berevolusi berabad-abad secara cepat tergulung oleh budaya mancanegara yang tidak jelas manfaatnya. Ironisnya hal tersebut justru terjadi ketika teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang tinggi, sehingga kita mudah melakukan pertukaran budaya. (Dalam sumber yang sama) Hamelink juga mengatakan, bahwa dalam sejarah budaya manusia belum pernah terjadi lalu lintas satu arah dalam suatu konfrontasi budaya seperti yang kita alami saat ini.
Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di mana budaya yang satu dengan budaya yang lainnya saling pengaruh mempengaruhi akan menghasilkan budaya yang lebih kaya (kompilasi). Sedangkan konfrontasi budaya searah akan memusnahkan budaya yang pasif dan lebih lemah.
Menurut Hamelink, bila otonomi budaya didefinisikan sebagai kapasitas masyarkat untuk memutuskan alokasi sumber-sumber dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri yang memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi budaya tersebut jelas merupakan ancaman bagi otonomi budaya masyarakatnya.

3. Proses perubahan budaya dapat terjadi karena difusi, yakni unsur budaya yang satu bercampur dengan unsur budaya lainnya sehingga menjadi kompleks, di mana unsur komponennya menjadi tidak dekat lagi dengan unsur budaya aslinya. Kajian di Melanesia dan Afrika Barat pengaruh aliran budaya dari Asia Tenggara.
Budaya Mesir purba yang masih tertinggal di India, Cina, Kepulauan Pasifik hingga sampai ke Dunia Baru Malinowski tidak sepakat dengan teori tersebut, melalui kajian empiris dia menyatakan difusi merupakan proses yang diarahkan oleh budaya yang lebih kuat / pemberi budaya dan mendapat tantangan hebat dari budaya yang lemah / penerima budaya (Malinowski, 1983: 27). Hasil penelitian di daerah transmigrasi Rajabasa Lama, Way Jepara Lampung Tengah 1995-1997 menunjukkan terjadinya difusi di bidang cara pengolahan lahan pertanian.
5. Budaya adalah campuran unsur suatu hasil integrasi budaya yang hanya bisa dipahami melalui budaya induknya. Teori ini ditolak oleh Malinowski (Malinowski, 1983: 29). Re-tribalisme yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Kolonial Belanda di mana pada saat itu kelompok Melayu telah menempati kedudukan yang dominan dalam masyarakat Kota Medan, terutama untuk kelompok suku-suku Indonesia, dengan menempatkan kebudayaan Islam Melayu (Melayu – Moslem - Culture) sebagai basis pembauran ‘meeting pot’. (Apabila) masuk Melayu pada waktu itu berarti juga masuk Islam. Dengan demikian pada waktu itu banyak anggota-anggota etnis pendatang seperti dari Mandailing, Karo, Sipirok melakukan asimilasi dengan kelompok Melayu.
Mereka hidup sebagai orang Melayu, berbahasa Melayu sehari-hari, memakai adat resam Melayu dan menanggalkan pemakaian Marga Batak. Namun demikian setelah kemerdekaan RI, dimana kekuasaan Kesultanan Melayu berakhir, hingga saat ini ternyata banyak di antara mereka yang telah menjadi Melayu tersebut kembali memakai marganya, menelusuri silsilah keluarganya ke gunung. Proses inilah yang disebut dengan proses re-tribalisme.
Setiap kelompok etnis Kota Medan membutuhkan usaha untuk mengekspresikan identitas etnisnya lewat berbagai media, idiom, dan simbol-simbol kehidupan budaya. Pengungkapan identitas ini sering dilakukan secara aktif dan sadar, seperti memakai pakaian adat, perhiasan, bahasa, dan tingkah laku tertentu, agar orang dari kelompok etnis lainnya mengetahui identitas dan batas-batas ‘boundaries’ antara mereka dan orang lain (Barth, 1969 dalam Depdikbud, 1987: 7). Re-tribalisme ini sebenarnya menunjukkan adanya proses integrasi budaya yang tidak kokoh, bahkan langsung dapat dipahami sebagai budaya yang kembali ke akar budayanya. Namun hal tersebut tidak bisa untuk menjelaskan seluruh proses integrasi kebudayaan, bahkan menurut hemat kami hanya sedikit sekali integrasi budaya yang hanya dapat dipahami dari budaya induknya.

6. Teori Budaya Fungsional. Ahli antropologi aliran fungsional menyatakan, bahwa budaya adalah keseluruhan alat dan adat yang sudah merupakan suatu cara hidup yang telah digunakan secara luas, sehingga manusia berada di dalam keadaan yang lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam penyesuaiannya dengan alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya (Malinowski, 1983: 65) atau “Budaya difungsikan secara luas oleh manusia sebagai sarana untuk mengatasi: masalah-masalah yang dihadapi sebagai upaya penyesuaiannya dengan alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya”. Contoh budaya fungsional ini banyak sekali dalam masyarakat kita dan bisa kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya pada musim kemarau di mana seorang petani sulit menanam, peceklik, akhirnya ia menjadi nelayan, dan setelah musim penghujan tiba ia kembali menjadi petani lagi.











*      TEORI TINDAKAN ATAU ACTIONTHEORY
Teori Tindakan Beralasan (Reasoned Action Theory) dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen sebagai pengembangan dari teori informasi terintegrasi (Ajzen & Fishbein, 1980; Fishbein & Ajzen, 1975). Dalam teori ini, ada dua perubahan yang bernilai penting. Pertama, dalam proses persuasi, teori ini memberikan elemen tambahan yaitu tujuan tingkah laku yang dilakukan. Teori tindakan beralasan lebih mengkonsentrasikan pada penyampaian tujuan tingkah laku secara eksplisit, bukan memprediksi perilaku apa yang akan dilakukan seseorang selanjutnya.
Yang kedua adalah teori tindakan beralasan menggunakan dua elemen, yaitu sikap-sikap dan norma (atau apa yang di masyarakat) untuk memprediksi tingkah laku seseorang.  Ketika seseorang mengarahkan kita untuk melakukan suatu hal, dan kita ingin melakukannya, tetapi ada norma yang tidak menyarankannya dengan cara yang sama, maka kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku kita. Contoh, Hanna ingin membaca buku berjudul How To Kill a Mockingbird, tetapi saya merasa buku tersebut terlalu kekanakan dan sedikit membosankan. Di sini Hanna akan dihadapkan oleh alternatif untuk membaca karena ia memang menginginkannya atau mengikuti referensi saya yang menyatakan bahwa buku tersebut tidak begitu memuaskan.
Secara khusus, reasoned action theory dapat menjelaskan bahwa tingkah laku dapat terjadi karena dua hal, yaitu sikap kita (attitudes) dan norma subjektif (subjective norms) yang kita yakini. Dalam aspek sikap, ada dua komponen yang dibahas. Fishbein dan Ajzen menyebutnya sebagai evaluasi dan kekuatan dari rasa kepercayaan. Komponen yang kedua adalah kepercayaan normatif dan dorongan dari diri kita untuk mematuhi norma terkait. Kepercayaan normatif ini berkaitan dengan apa yang saya pikir orang-orang harapkan dari saya. Sedangkan dorongan untuk mematuhinya bertolak dari seberapa penting bagi saya untuk melakukan apa yang orang-orang harapkan saya lakukan.
Ada beberapa pilihan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Berikut beberapa strategi yang diadaptasi dari information integration theory:
a.       Menguatkan kekuatan dari kepercayaan dalam bersikap yang mendukung tujuan persuasi
b.       Menguatkan evaluasi sikap yang mendukung tujuan persuasif.
c.       Melemahkan (mengurangi kekuatan) dari kekuatan kepercayaan dalam bersikap yang berlawanan dari tujuan persuasif.
d.       Melemahkan evaluasi sikap untuk mendukung tercapainya tujuan persuasif.
e.       Membuat perilaku baru dengan kekuatan rasa percaya dan evaluasi yang mendukung tercapainya tujuan persuasif.
f.        Mengingatkan khalayak mengenai sikap yang terlupakan dengan kekuatan rasa percaya dan evaluasi yang mendukung tercapainya tujuan persuasif.



*      TEORI ORIENTATION VALUE OF CULTURE TEORI ORIENTASINILAI BUDAYA
Pada akhir dasawarsa 1960-an Prof. Koentjaraningrat mulai memperkenalkan di kalangan ilmuwan sosial Indonesia konsep nilai budaya atau orientasi nilai budaya, yang sesungguhnya dipinjam dari konsep value orientation (orientasi nilai) yang diperkenalkan Florence R. Kluckhohn dan F.L. Strodtbeck dalam buku berjudul Varia¬tions in Value Orientation (1961).9 Clyde Kluckhohn, dkk mendefinisikan value sebagai:
sebuah konsepsi tentang sesuatu yang seharusnya diinginkan, eksplisit atau
implisit, yang khas milik seseorang individu atau suatu kelompok, yang
mempengaruhi pilihan terhadap bentuk-bentuk, cara-cara, dan tujuan-tujuan
tindakan yang ada (1961).
Sedangkan mengenai kebudayaan, Antropolog Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan paling sedikit 160 buah definisi yang kemudian dianalisis, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya serta diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Hasil analisis tentang aneka definisi kebudayaan itu diterbitkan dalam buku berjudul: Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions (1952). Menurut ilmu antropologi, ‘kebudayaan’ adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia lewat proses belajar (Koentjaraningrat, 1990:180).
Karena kebudayaan itu dicapai lewat proses belajar yang dilakukan secara terus-menerus dan seumur hidup (life-long learning process), maka pembangunan pun sebagai satu aktivitas manusia berbudaya harus terjadi dalam proses bersinambung. Pembangunan dan kebudayaan itu memiliki relasi timbal balik. Secara lebih kontekstual, nilai dan konsep kebudayaan sangat berpengaruh atas sukses dan gagalnya pembangunan. Oleh sebab itu, teori-teori pembangunan perlu dikaji dalam perspektif antropologis.
Kedua pakar antropologi sosial, Katy Gardner dan David Lewis, telah merajut aneka pengalaman praktis, hipotesis dan teori mereka tentang pembangunan berdimensi antropologis secara cukup komprehensif.10 Keduanya tidak mengklaim bahwa para antropolog sanggup menyelamatkan pembangunan, namun bersama praktisi pembangunan dapat saling belajar dan bekerja sama demi pembangunan lewat penerapan teori pembangunan yang tepat sasar. Ketiga teori pembangunan berikut cukup rinci dibahas mereka, yakni teori modernisasi, teori kebergantungan, dan teori pembangunan berbasis budaya.







*      PERUBAHAN BUDAYA
perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
• Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
• Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
• Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
• Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor ekstern
• Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.



• Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
• Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.

*      PERUBAHAN BUDAYADIFUSI


Menyebarnya unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lain. Kebudayaan kelompok masyarakat di suatu wilayah bisa menyebar ke masyarakat wilayah lain. Pada dasarnya, difusi merupakan bentuk kontak antarkebudayaan.

Contoh:

Di era globalisasi ini, kemajuan teknologi sudah tidak dapat dihindari. Semua orang membutuhkan kecanggihan sebuah alat teknologi untuk menunjang dan memepermudah hidupnya. Salah satu contoh konkretnya adalah kecanggihan alat telekomunikasi seperti Handphone. Handphone merupakan sebuah alat teknologi yang membantu memperlancar kita dalam melakukan komunikasi. Dan alat ini jelas merupakan hasil temuan budaya barat yang akhirnya dapat masuk dan diterima ke seluruh kebudayaan yang ada didunia. Kini handphone bukanlah alat kebudayaan barat saja, melainkan seluruh dunia. Ini merupakan tanda keberhasilan budaya barat yang berupa teknologi yang mampu menembus pasar dunia.


Analisis;

Proses Difusi dapat terjadi karena adanya ketertarikan dan rasa sama-sama cocok dengan budaya tersebut. Sehingga tidak ada masalah yang berarti jika pihak kedua mnyadur budaya pihak pertama. Selain sam-sama untung, kebudayaan ini bukanlah kebudayaan yang sifatnya mendalampada individu. Karena lebih menjorok pada kemajuan IPTEK yang sudah semestinya sling bahu membahu untuk semakin mengembangkannya.
*      TEORI TANTANGAN DAN TANGGAPAN
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Ada perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan yang lambat dan perubahan yang cepat. Perubahan ini disebut perubahan sosial, yaitu segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial yang dialami oleh setiap masyarakat pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin rasional, perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi semakin komersial, perubahan tata cara kerja sehari-hari yang ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang semakin beragam. Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang semakin demokratis, perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang semakin modern dan efisien, dan lain-lain. Dalam konsep perubahan sosial ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli yang relevan untuk dikaji, diantaranya teori siklus yang dikemukakan oleh Arnold Toynbee. 

Arnold Joseph Toynbee lahir pada 14 April 1889, yaitu seorang sejarahwan Inggris yang menganalisis volume naik dan turunya peradaban. Lahir di London, Arnold dididik di Winchester College dan Balliol College, Oxford. Arnold menilai bahwa perdaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan kematian. Kemudian akan melahirkan peradaban baru, dan begitu seterusnya. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa perubahan terjadi secara bertahap, namun setelah sampai pada tahap terakhir yang sempurna, akan kembali lagi ke tahap awal untuk melakuan perubahan selanjutnya.   Prinsip utama teori siklus adalah bahwa perubahan sosial diawali dari kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Setelah itu masyarakat akan memulai tahap kelahiran kembali. Bagi Toynbee, peradaban adalah unit nyata dari sejarah. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee adalah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee, gerak sejarah berjalan menurut tingkatan seperti berikut.

  • Genesis of civilizations, yaitu lahirnya peradaban. Bagaimana perdaban lahir? Apa yang menyebabkan sebagian masyarakat (seperti masyarakat primitif) menjadi statik sejak tahap awal keberadaannya, sedangkan masyarakat lain mencapai taraf peradaban? Jawaban Toynbee, kelahiran sebuah peradaban tidak berakar pada faktor ras atau lingkungan geografis, tetapi bergantung pada dua kombinasi kondisi, yaitu adanya minoritas kratif dan lingkungan yang sesuai. Lingkungan sesuai ini tidak sangat menguntungkan juga tidak sangat tidak menguntungkan. Mekanisme kelahiran sebuah peradaban berdasarkan kondisi-kondisi ini terformulasi dalam proses saling mempengaruhi dari tantangan dan tanggapan (challenge and response). Lingkungan menantang masyarakat melalui minoritas kreatifnya menanggapi dengan sukses tantangan itu. Solusi yang diberikan minoritas kreatif ini kemudian diikuti oleh mayoritas. Proses ini disebut mimesis. Tantangan baru kemudian muncul, diikuti oleh tanggapan yang sukses kembali. Proses bergerak terus dan gerak tertentu membawanya kepada tingkat peradaban. Apa bentuk tantangan-tantangan  atau rangsangan lingkungan yang melahirkan peradaban ini? hard country, new ground karena migrasi misalnya, perang, tekanan (pressures, kompetisi antar masyarakat, hukuman (penalization, hukuman sosial).
  • Growth of civilization, yaitu perkembangan peradaban. Bagaimana perdaban tumbuh dan berkembang? Dalam pemikiran Toynbee, pertumbuhan peradaban tidak diukur dari ekspansi geografis masyarakatnya. Dari aspek hubungan intrasosial dan antar individu, pertumbuhan adalah tanggapan tak kenal henti dari minoritas kreatif terhadap tantangan-tantangan lingkungan yang ada.
  • Decline of civilization, yaitu keruntuhan peradaban. Bagaimana peradaban jatuh, terdisintegrasi, dan hancur? Peradaban yang jatuh kemudian hancur adalah kenyataan sejarah. Tetapi kejatuhan atau kehancuran peradaban bukan karena faktor geografis atau penyerbuan dari luar. Juga bukan karena kemunduran teknik dan teknologi. Karena kemunduran peradaban adalah sebab, sedang kemunduran teknik adalah konsekuensi atau gejala. Pembeda utama massa pertumbuhan dan masa disintegrasi adalah pada masa pertumbuhan peradaban sukses memberikan respon terhadap tantangan sedangkan pada masa disintegrasi peradaban gagal memberi respon yang tepat. Toynbee menegaskan bahwa peradaban tuntuh karena buhuh diri (sosial), bukan karana pembunuhan (sosial). Civilizations die form suicide, not by murder. Kemunduran melewati fase-fase berikut:  
  1. Kemerosotan kebudayaan, terjadi karena minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaanya, maka mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas pecah dan tentu tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
  2. Kehancuran kebudayaan, mulai tampak setelah tunas-tunas kehiduapn itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, maka seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atua kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati, dan menjadi fosil.
  3. Lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.
Keruntuhan dan disintegrasi bisa berabad-abad, bahkan ribuan tahun. Toynbee memberi contoh, peradaban Mesir mulai jatuh apda abad ke-16 SM dan hancur pada abad ke-5 M. Selang dua ribu tahun atara awal jatuh dan kehancurannya adalah masa kehidupan yang membatu. 



*      TEORI SINKRONISASI BUDAYA
Globalisasi sebagai suatu proses mendunia yang ditandai dengan semakin hilangnya batas-batas dunia (a borderlles world: one world, different but never divide), tidak lepas dari perkembangan pemikiran manusia. Perubahan dunia, termasuk masyarakat dan kebudayaannya,  menurut Barbara Ward (1960) lebih banyak disebabkan oleh pemikiran dari pada gerakan demontrasi. Pemikiran manusia yang terus mengalir dan disertai dengan inovasi telah mampu merubah dunia dan peradaban manusia, seperti yang kita saksikan sekarang.  Menurut Barbara Ward, ada lima pokok pikiran yang merubah dunia yaitu: Industrialisme,  Kolonialisme, Komunisme, Nasionalisme, dan Internasionalisme.

 Industrialisme yang diawali dengan penemuan api, telah melahirkan berbagai teknologi yang mempermudah manusia  dalam mengatasi tantangan alam. Temuan berbagai teknologi, dalam bidang pertanian telah mendorong peningkatan produksi di bidang pertanian, yang kemudian mendorong manusia untuk menguasai tanah sebagai sumber produksi. Penguasaan atas tanah-tanah pertanian ini kemudian melahirkan feodalisme.  Di sisi lain, revolusi industri  yang terjadi di Inggris pada abad ke 17 telah melahirkan kolonialisme.  Industrialisasi yang ditandai dengan peningkatan proses produksi bukan hanya merubah pola hidup dan pola konsumsi masyarakat, tetapi juga mendorong bangsa-bangsa Eropa mencari daerah pemasaran atas hasil produksinya.  Selain mencari daerah pemasaran, mereka juga mencari bahan baku bagi industri yang sedang mereka kembangkan dan bahan-bahan  kebutuhan  lain yang tidak ada  di negaranya. Pencarian daerah pemasaran inilah yang kemudian menimbulkan kolonialisme, khususnya di wilayah Asia dan Afrika yang sebagian besar penduduknya masih belum berpendidikan. Mereka bukan hanya sekedar mencari daerah pemasaran, tetapi juga sekaligus menguasai (menaklukan) daerah tersebut.
            Kolonialisme inilah yang kemudian melahirkan suatu ideologi  nasionalisme, sebagai  bentuk perlawanan terhadap negara-negara penjajah. Ideologi nasionalisme (kebangsaan)  merupakan kebangkitan dari bangsa-bangsa yang terjajah untuk melepaskan diri dari keterhinaan bangsa penjajah. Sebagai bangsa yang terjajah, harga diri dan martabatnya telah diinjak dan dihina oleh bangsa penjajah. Dengan kesadaran bahwa semua bangsa mempunyai hak, harkat, dan martabat yang sama, bangsa-bangsa yang terjajah mulai bangkit melawan penjajah untuk merdeka dan membentuk suatu negara yang diperintah sendiri.  Oleh karena itu, kelahiran suatu negara, terutama setelah perang dunia II bersamaan dengan kalahiran suatu bangsa (Arnason, 1990:212).