TEORI EVOLUSIONISME
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia evolusi berarti perkembangan atau pertumbuhan yang berangsur-angsur. Namun dalam artian epistimologi, evolusi berarti
perubahan secara perlahan namun pasti menuju kesuatu titik.
Pada bidang Sosiologi, kita kenal Teori
Evolusi Sosial yang dipopulerkan oleh Sir Herbert Spencer (1820-1903), yang
menyatakan bahwa masyarakat berkembang dari bentuk yang sederhana, tidak
teratur menjadi bentuk yang koheren dan teratur. Sementara itu, pada kajian
Hubungan International, dikenal juga teori International Darwinism dengan
konsep negara yang paling kuatlah yang akan menang dalam setiap kancah
persaingan internasional.
Evolusi Sosial digambarkan
sebagai serangkaian perubahan sosial pada masyarakat yang berlangsung lama
dan berawal dari kelompok suku dan/atau masyarakat sederhana dan homogen
kemudian secara bertahap menjadi masyarakat yang lebih maju dan akhirnya
menjadi masyarakat modern yang heterogen, kompleks dan diferensiasi fungsi.
Dalam menjalani tahapan-tahapan perubahan tersebut setiap kelompok masyarakat
mempunyai metode/cara yang tidak sama karena menyesuaikan dengan unsur budaya
lokal. Adalah pemikiran Auguste Comte sebelum Herbert Spencer, yang
menitikberatkan bahwa masyarakat adalah pemimpin yang memiliki kedudukan
dominan terhadap individu manusia pribadi.
Pandangan Herbert Spencer dalam evolusi
sosial terkenal dengan sebutan Darwinisme Sosial atau Social
Darwinism meskipun Teori Evolusi Darwin hanyalah memberikan inspirasi bagi
teori evolusi sosial dan sama sekali bukan buah pemikiran Darwin. Hanya karena
Herbert Spencer melihat ada kesamaan dalam teori evolusi darwin maka kadang
manusia disebutnya sebagai organisme. Dalam ilmu Psikologi hal ini lebih
dikenal dengan teori Coping Behaviour.
Darwinisme Sosial menggambarkan bahwa
perubahan dalam masyarakat berlangsung secara evolusioner (lama) yang dipengaruhi
oleh kekuatan yang tidak dapat diubah oleh perilaku manusia. Individu menjadi
poros utama perubahan. Meski masyarakat dapat dianalisis secara struktural,
namun individu pribadi adalah dasar dari struktur sosial, karena Spencer
memandang sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara
inkorporatif. Struktur sosial dibangun untuk memenuhi keperluan anggotanya.
Teori Spencer mengedepankan perjuangan hidup dan karenanya sangat cocok dengan
perkembangan kapitalisme, liberalisme dan individualisme. Hal ini dituangkan
dalam buku Principles of Sociology, 1855.
TEORI EVOLUSI MENURUT HARUN YAHYA
Merupakan
antitesis dari teori evolusinya Charles Darwin. Darwin mengungkapkan bahwa
makhluk hidup muncul di dunia merupakan kebetulan semata tanpa ada yang
menciptakannya. Darwin juga memperkenalkan bahwa satu spesies atau makhluk bisa
melakukan evolusi menjadi makhluk yang lain dalam jangka waktu yang lama.Jelas
sekali pandangan Darwin dianggap Harun Yahya bertentangan dengan dogma agama
yang menyebut Tuhan sebagai pencipta segala jenis makhluk hidup, termasuk
didalamnya manusia.
Teori
yang ditemukan Darwin bisa dikatakan memperkuat keyakinan kaum Taisme kan
Komunisme, sebaliknya meruntuhkan dan atau bertentangan dengan normatif
keagamaan yang menggap Tuhan sumber segala kehidupan dan
penciptaan.Esensialisme Teori Darwin Sebagaimana dipahami, dan hal ini yang
menjadi urgensi mendasar konter teori evolusi menurut harun yahya yakni
kehidupan suatu makhluk dibentuk melalui pencampuran beberapa senyawaan organic
yang bergabung dalam suatu waktu dan kondisi tertentu, yang juga melalui
bantuan fenomena alam terjadi secara random. Pada awalnya senyawa tersebut
membentuk molekul, dan kemudian berkembang menjadi bulir kehidupan hingga
mengalami perkembangan yang terus-menerus hingga saat ini.Inti konsep teori
evolusi Darwin bisa dibaca bahwa waktu, unsure serta materi non bendawi lah
yang menjadi cikal bakal terbentuknya produk yang diciptakan. Dan hal itu
terjadi dengan sendirinya tanpa di tentukan atau diatur oleh apapun dan
siapapun. Dasar teori tersebut banyak menimbulkan kegaduhan intelektual
diantaranya dating dari pierepaul grase yang menyatakan bahwa teori evolusi
sungguh sulit diterima akal. Sehingga dalam bukunya evolution of living
organisme, ia menyebut bahwa evolusi Darwin hanya kebetulan saja telah sangat
dipercayai oleh banyak orang yang berlindung dibawah kedok ateisme.
Teori
Evolusi Harun YahyaMengcounter teori evolusinya Darwin, Harun Yahya yang
konsern mengadakan penelitian dan menulis buku-buku keislaman jelas merasa
keberatan dengan evolusi Darwin tersebut. Dengan teorinya yang secara khusus
membantah teori Darwin yang fenomenal sekaligus kontrovesial itu Harun Yahya
banyak menyebutkan dan mengalirkan data-data yang menggugurkan teori evolusi yang
telah banyak disembah orang selama berabad-abad silam.
TEORI FUNGSIONALISME
TEORI FUNGSIOANALISME MENURUT EMILE DURKHEIM
Teori
fungsionalisme adalah suatu bangunan
teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang.
Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile
Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat
dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai
organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan,
ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme
tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya
pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan
sosial.
Teori
struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim,
dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert
Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari
kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi
apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi
panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional.
Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology
organismik tersebut.
Durkheim
mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya
terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut
mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian
tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika
ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran
inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai
struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan
Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Durkheim
berpikir bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya
di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik
bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan
masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim
adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai
bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat, suatu posisi yang kelak
dikenal sebagai fungsionalisme.
Teori
fungsionalisme yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan
suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang
saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi
pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan
kata lain masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara
berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan
setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula
semua institusi yang ada diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan
serta kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dari kondisi dinamika
dalam keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem
sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional maka
struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.
Durkheim
juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh
bagiannya. Dalam bukunya "Pembagian Kerja dalam Masyarakat", Durkheim
meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk
masyarakat ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja dan meneliti bagaimana
hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Ia
berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan
dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya
mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya.
Dalam masyarakat tradisional, menurut Durkheim kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual, norma-norma sosial kuat dan perilaku
sosial diatur dengan rapi. Sedangkan dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat kompleks
menghasilkan solidaritas 'organik'.
Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial
menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka
tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri.
Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani
gurem hidup dalam masyarakat yang swasembada dan terjalin bersama oleh warisan
bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para
pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan
diri dalam produk-produk tertentu seperti bahan makanan, pakaian, dll untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang
semakin rumit ini. Menurut Durkheim bahwa kesadaran individual berkembang dalam
cara yang berbeda dari kesadaran kolektif. Seringkali malah berbenturan dengan
kesadaran kolektif.
Mengutamakan
keseimbangan, dengan kata lain teori ini memandang bahwa semua peristiwa dan
struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Dimana jika sekelompok
masyarakat ingin memajukan kelompoknya,
mereka akan melihat apa yang akan d kembangkan dan tetap mempertahankan bahkan melestarikan tradisi-tradisi dan budaya yang
sudah berkembang dan menjadikannya sebagai alat modernisasi.
Namun dalam hal ini
penganut teori fungsional seringkali mengabaikan variabel konflik dan perubahan
sosial dalam analisa mereka, akibatnya mereka seringkali di cap sebagai
kelompok konservatif karena terlalu menekankan kepada keteratuan dalam
masyarakat dan mengabaikan variabel konflik dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Dalam masyarakat yang beragam kebudayaan akan sangat mudah terjadi
konflik, namun teori fungsional akan menjadi garis tengah untuk menjadikan
sebuah perbedaan menjadi alat untuk bersatu
TEORI KONTAK
BUDAYA
1.
Budaya yang lebih
tinggi dan aktif akan mempengaruhi budaya yang lebih rendah dan pasif melalui
kontak budaya (Malinowski, 1983:21-23). Teori Malinowski ini sangat nampak
dalam pergeseran nilai-nilai budaya kita yang condong ke Barat. Dalam era
globalisasi informasi menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi
pola pikir manusia. Budaya barat saat ini diidentikkan dengan modernitas
(modernisasi), dan budaya timur diidentikkan dengan tradisional atau
konvensional.
2.
Teori
Sinkronisasi Budaya (Hamelink, 1983) menyatakan “lalu lintas produk budaya masih
berjalan satu arah dan pada dasarnya mempunyai mode yang sinkronik .
Negara-negara Metropolis terutama Amerika Serikat menawarkan suatu model yang
diikuti negara-negara satelit yang membuat seluruh proses budaya lokal menjadi
kacau atau bahkan menghadapi jurang kepunahan.
Dimensi-dimensi
yang unik dari budaya Nusantara dalam spektrum nilai kemanusiaan yang telah
berevolusi berabad-abad secara cepat tergulung oleh budaya mancanegara yang
tidak jelas manfaatnya. Ironisnya hal tersebut justru terjadi ketika teknologi
komunikasi telah mencapai tataran yang tinggi, sehingga kita mudah melakukan
pertukaran budaya. (Dalam sumber yang sama) Hamelink juga mengatakan, bahwa
dalam sejarah budaya manusia belum pernah terjadi lalu lintas satu arah dalam suatu
konfrontasi budaya seperti yang kita alami saat ini.
Karena
sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di mana budaya yang satu dengan budaya
yang lainnya saling pengaruh mempengaruhi akan menghasilkan budaya yang lebih
kaya (kompilasi). Sedangkan konfrontasi budaya searah akan memusnahkan budaya
yang pasif dan lebih lemah.
Menurut
Hamelink, bila otonomi budaya didefinisikan sebagai kapasitas masyarkat untuk
memutuskan alokasi sumber-sumber dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri
yang memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi budaya tersebut jelas
merupakan ancaman bagi otonomi budaya masyarakatnya.
3. Proses perubahan budaya dapat terjadi
karena difusi, yakni unsur budaya yang satu bercampur dengan unsur budaya
lainnya sehingga menjadi kompleks, di mana unsur komponennya menjadi tidak
dekat lagi dengan unsur budaya aslinya. Kajian di Melanesia dan Afrika Barat
pengaruh aliran budaya dari Asia Tenggara.
Budaya Mesir
purba yang masih tertinggal di India, Cina, Kepulauan Pasifik hingga sampai ke
Dunia Baru Malinowski tidak sepakat dengan teori tersebut, melalui kajian
empiris dia menyatakan difusi merupakan proses yang diarahkan oleh budaya yang
lebih kuat / pemberi budaya dan mendapat tantangan hebat dari budaya yang lemah
/ penerima budaya (Malinowski, 1983: 27). Hasil penelitian di daerah
transmigrasi Rajabasa Lama, Way Jepara Lampung Tengah 1995-1997 menunjukkan
terjadinya difusi di bidang cara pengolahan lahan pertanian.
5. Budaya adalah campuran unsur suatu
hasil integrasi budaya yang hanya bisa dipahami melalui budaya induknya. Teori
ini ditolak oleh Malinowski (Malinowski, 1983: 29). Re-tribalisme yang terjadi
di Indonesia pada masa pemerintahan Kolonial Belanda di mana pada saat itu
kelompok Melayu telah menempati kedudukan yang dominan dalam masyarakat Kota
Medan, terutama untuk kelompok suku-suku Indonesia, dengan menempatkan
kebudayaan Islam Melayu (Melayu – Moslem - Culture) sebagai basis pembauran
‘meeting pot’. (Apabila) masuk Melayu pada waktu itu berarti juga masuk Islam.
Dengan demikian pada waktu itu banyak anggota-anggota etnis pendatang seperti
dari Mandailing, Karo, Sipirok melakukan asimilasi dengan kelompok Melayu.
Mereka hidup
sebagai orang Melayu, berbahasa Melayu sehari-hari, memakai adat resam Melayu
dan menanggalkan pemakaian Marga Batak. Namun demikian setelah kemerdekaan RI,
dimana kekuasaan Kesultanan Melayu berakhir, hingga saat ini ternyata banyak di
antara mereka yang telah menjadi Melayu tersebut kembali memakai marganya,
menelusuri silsilah keluarganya ke gunung. Proses inilah yang disebut dengan
proses re-tribalisme.
Setiap
kelompok etnis Kota Medan membutuhkan usaha untuk mengekspresikan identitas
etnisnya lewat berbagai media, idiom, dan simbol-simbol kehidupan budaya.
Pengungkapan identitas ini sering dilakukan secara aktif dan sadar, seperti
memakai pakaian adat, perhiasan, bahasa, dan tingkah laku tertentu, agar orang
dari kelompok etnis lainnya mengetahui identitas dan batas-batas ‘boundaries’
antara mereka dan orang lain (Barth, 1969 dalam Depdikbud, 1987: 7).
Re-tribalisme ini sebenarnya menunjukkan adanya proses integrasi budaya yang
tidak kokoh, bahkan langsung dapat dipahami sebagai budaya yang kembali ke akar
budayanya. Namun hal tersebut tidak bisa untuk menjelaskan seluruh proses
integrasi kebudayaan, bahkan menurut hemat kami hanya sedikit sekali integrasi
budaya yang hanya dapat dipahami dari budaya induknya.
6. Teori Budaya Fungsional. Ahli antropologi aliran fungsional menyatakan, bahwa budaya adalah keseluruhan alat dan adat yang sudah merupakan suatu cara hidup yang telah digunakan secara luas, sehingga manusia berada di dalam keadaan yang lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam penyesuaiannya dengan alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya (Malinowski, 1983: 65) atau “Budaya difungsikan secara luas oleh manusia sebagai sarana untuk mengatasi: masalah-masalah yang dihadapi sebagai upaya penyesuaiannya dengan alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya”. Contoh budaya fungsional ini banyak sekali dalam masyarakat kita dan bisa kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya pada musim kemarau di mana seorang petani sulit menanam, peceklik, akhirnya ia menjadi nelayan, dan setelah musim penghujan tiba ia kembali menjadi petani lagi.
TEORI
TINDAKAN ATAU ACTIONTHEORY
Teori Tindakan
Beralasan (Reasoned Action Theory)
dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen sebagai pengembangan dari
teori informasi terintegrasi (Ajzen & Fishbein, 1980; Fishbein & Ajzen,
1975). Dalam teori ini, ada dua perubahan yang bernilai penting. Pertama, dalam
proses persuasi, teori ini memberikan elemen tambahan yaitu tujuan tingkah laku
yang dilakukan. Teori tindakan beralasan lebih mengkonsentrasikan pada
penyampaian tujuan tingkah laku secara eksplisit, bukan memprediksi perilaku
apa yang akan dilakukan seseorang selanjutnya.
Yang kedua adalah
teori tindakan beralasan menggunakan dua elemen, yaitu sikap-sikap dan norma
(atau apa yang di masyarakat) untuk memprediksi tingkah laku seseorang. Ketika seseorang mengarahkan kita untuk
melakukan suatu hal, dan kita ingin melakukannya, tetapi ada norma yang tidak
menyarankannya dengan cara yang sama, maka kedua faktor tersebut dapat
mempengaruhi tingkah laku kita. Contoh, Hanna ingin membaca buku berjudul How
To Kill a Mockingbird, tetapi saya merasa buku tersebut terlalu kekanakan dan
sedikit membosankan. Di sini Hanna akan dihadapkan oleh alternatif untuk
membaca karena ia memang menginginkannya atau mengikuti referensi saya yang
menyatakan bahwa buku tersebut tidak begitu memuaskan.
Secara khusus, reasoned action theory dapat menjelaskan
bahwa tingkah laku dapat terjadi karena dua hal, yaitu sikap kita (attitudes) dan norma subjektif (subjective norms) yang kita yakini.
Dalam aspek sikap, ada dua komponen yang dibahas. Fishbein dan Ajzen
menyebutnya sebagai evaluasi dan kekuatan dari rasa kepercayaan. Komponen yang
kedua adalah kepercayaan normatif dan dorongan dari diri kita untuk mematuhi
norma terkait. Kepercayaan normatif ini berkaitan dengan apa yang saya pikir
orang-orang harapkan dari saya. Sedangkan dorongan untuk mematuhinya bertolak
dari seberapa penting bagi saya untuk melakukan apa yang orang-orang harapkan
saya lakukan.
Ada beberapa
pilihan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Berikut beberapa
strategi yang diadaptasi dari information
integration theory:
a.
Menguatkan
kekuatan dari kepercayaan dalam bersikap yang mendukung tujuan persuasi
b.
Menguatkan
evaluasi sikap yang mendukung tujuan persuasif.
c.
Melemahkan
(mengurangi kekuatan) dari kekuatan kepercayaan dalam bersikap yang berlawanan
dari tujuan persuasif.
d.
Melemahkan
evaluasi sikap untuk mendukung tercapainya tujuan persuasif.
e.
Membuat perilaku
baru dengan kekuatan rasa percaya dan evaluasi yang mendukung tercapainya
tujuan persuasif.
f.
Mengingatkan
khalayak mengenai sikap yang terlupakan dengan kekuatan rasa percaya dan
evaluasi yang mendukung tercapainya tujuan persuasif.
TEORI
ORIENTATION VALUE OF CULTURE TEORI ORIENTASINILAI BUDAYA
Pada akhir dasawarsa 1960-an Prof. Koentjaraningrat mulai memperkenalkan di
kalangan ilmuwan sosial Indonesia konsep nilai budaya atau orientasi nilai
budaya, yang sesungguhnya dipinjam dari konsep value orientation (orientasi
nilai) yang diperkenalkan Florence R. Kluckhohn dan F.L. Strodtbeck dalam buku
berjudul Varia¬tions in Value Orientation (1961).9 Clyde Kluckhohn, dkk
mendefinisikan value sebagai:sebuah konsepsi tentang sesuatu yang seharusnya diinginkan, eksplisit atau
implisit, yang khas milik seseorang individu atau suatu kelompok, yang
mempengaruhi pilihan terhadap bentuk-bentuk, cara-cara, dan tujuan-tujuan
tindakan yang ada (1961).
Sedangkan mengenai kebudayaan, Antropolog Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan paling sedikit 160 buah definisi yang kemudian dianalisis, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya serta diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Hasil analisis tentang aneka definisi kebudayaan itu diterbitkan dalam buku berjudul: Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions (1952). Menurut ilmu antropologi, ‘kebudayaan’ adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia lewat proses belajar (Koentjaraningrat, 1990:180).
Karena kebudayaan itu dicapai lewat proses belajar yang dilakukan secara terus-menerus dan seumur hidup (life-long learning process), maka pembangunan pun sebagai satu aktivitas manusia berbudaya harus terjadi dalam proses bersinambung. Pembangunan dan kebudayaan itu memiliki relasi timbal balik. Secara lebih kontekstual, nilai dan konsep kebudayaan sangat berpengaruh atas sukses dan gagalnya pembangunan. Oleh sebab itu, teori-teori pembangunan perlu dikaji dalam perspektif antropologis.
Kedua pakar antropologi sosial, Katy Gardner dan David Lewis, telah merajut aneka pengalaman praktis, hipotesis dan teori mereka tentang pembangunan berdimensi antropologis secara cukup komprehensif.10 Keduanya tidak mengklaim bahwa para antropolog sanggup menyelamatkan pembangunan, namun bersama praktisi pembangunan dapat saling belajar dan bekerja sama demi pembangunan lewat penerapan teori pembangunan yang tepat sasar. Ketiga teori pembangunan berikut cukup rinci dibahas mereka, yakni teori modernisasi, teori kebergantungan, dan teori pembangunan berbasis budaya.
PERUBAHAN
BUDAYA
perubahan
kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak
sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai
keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
• Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
• Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
• Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
• Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor ekstern
• Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
• Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
• Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
• Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
• Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor ekstern
• Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
• Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
• Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
PERUBAHAN
BUDAYADIFUSI
Menyebarnya unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok
lain. Kebudayaan kelompok masyarakat
di suatu wilayah bisa menyebar ke masyarakat wilayah lain. Pada dasarnya,
difusi merupakan bentuk kontak antarkebudayaan.
Contoh:
Di era globalisasi ini, kemajuan
teknologi sudah tidak dapat dihindari. Semua orang membutuhkan kecanggihan
sebuah alat teknologi untuk menunjang dan memepermudah hidupnya. Salah satu
contoh konkretnya adalah kecanggihan alat telekomunikasi seperti Handphone.
Handphone merupakan sebuah alat teknologi yang membantu memperlancar kita dalam
melakukan komunikasi. Dan alat ini jelas merupakan hasil temuan budaya barat
yang akhirnya dapat masuk dan diterima ke seluruh kebudayaan yang ada didunia.
Kini handphone bukanlah alat kebudayaan barat saja, melainkan seluruh dunia.
Ini merupakan tanda keberhasilan budaya barat yang berupa teknologi yang mampu
menembus pasar dunia.
Analisis;
Proses Difusi dapat terjadi karena
adanya ketertarikan dan rasa sama-sama cocok dengan budaya tersebut. Sehingga
tidak ada masalah yang berarti jika pihak kedua mnyadur budaya pihak pertama.
Selain sam-sama untung, kebudayaan ini bukanlah kebudayaan yang sifatnya
mendalampada individu. Karena lebih menjorok pada kemajuan IPTEK yang sudah
semestinya sling bahu membahu untuk semakin mengembangkannya.
TEORI
TANTANGAN DAN TANGGAPAN
Setiap
masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Ada perubahan yang
pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan yang lambat dan
perubahan yang cepat. Perubahan ini disebut perubahan sosial, yaitu segala
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap,
dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan
sosial yang dialami oleh setiap masyarakat pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial
dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara
berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin rasional, perubahan dalam
sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi semakin komersial, perubahan tata
cara kerja sehari-hari yang ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi
kegiatan yang semakin beragam. Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan
masyarakat yang semakin demokratis, perubahan dalam tata cara dan alat-alat
kegiatan yang semakin modern dan efisien, dan lain-lain. Dalam konsep perubahan sosial ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang relevan untuk dikaji, diantaranya teori siklus
yang dikemukakan oleh Arnold Toynbee.
Arnold Joseph Toynbee lahir pada 14 April 1889, yaitu
seorang sejarahwan Inggris yang menganalisis volume naik dan turunya peradaban.
Lahir di London, Arnold dididik di Winchester College dan Balliol
College, Oxford. Arnold menilai bahwa perdaban besar berada dalam
siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan kematian. Kemudian akan
melahirkan peradaban baru, dan begitu seterusnya. Teori ini pada dasarnya
menyatakan bahwa perubahan terjadi secara bertahap, namun setelah sampai pada
tahap terakhir yang sempurna, akan kembali lagi ke tahap awal untuk melakuan
perubahan selanjutnya. Prinsip utama teori siklus adalah bahwa perubahan
sosial diawali dari kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Setelah itu
masyarakat akan memulai tahap kelahiran kembali. Bagi Toynbee, peradaban adalah
unit nyata dari sejarah. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee
adalah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee, gerak
sejarah berjalan menurut tingkatan seperti berikut.
- Genesis of civilizations, yaitu lahirnya peradaban. Bagaimana perdaban lahir? Apa yang menyebabkan sebagian masyarakat (seperti masyarakat primitif) menjadi statik sejak tahap awal keberadaannya, sedangkan masyarakat lain mencapai taraf peradaban? Jawaban Toynbee, kelahiran sebuah peradaban tidak berakar pada faktor ras atau lingkungan geografis, tetapi bergantung pada dua kombinasi kondisi, yaitu adanya minoritas kratif dan lingkungan yang sesuai. Lingkungan sesuai ini tidak sangat menguntungkan juga tidak sangat tidak menguntungkan. Mekanisme kelahiran sebuah peradaban berdasarkan kondisi-kondisi ini terformulasi dalam proses saling mempengaruhi dari tantangan dan tanggapan (challenge and response). Lingkungan menantang masyarakat melalui minoritas kreatifnya menanggapi dengan sukses tantangan itu. Solusi yang diberikan minoritas kreatif ini kemudian diikuti oleh mayoritas. Proses ini disebut mimesis. Tantangan baru kemudian muncul, diikuti oleh tanggapan yang sukses kembali. Proses bergerak terus dan gerak tertentu membawanya kepada tingkat peradaban. Apa bentuk tantangan-tantangan atau rangsangan lingkungan yang melahirkan peradaban ini? hard country, new ground karena migrasi misalnya, perang, tekanan (pressures, kompetisi antar masyarakat, hukuman (penalization, hukuman sosial).
- Growth of civilization, yaitu perkembangan peradaban. Bagaimana perdaban tumbuh dan berkembang? Dalam pemikiran Toynbee, pertumbuhan peradaban tidak diukur dari ekspansi geografis masyarakatnya. Dari aspek hubungan intrasosial dan antar individu, pertumbuhan adalah tanggapan tak kenal henti dari minoritas kreatif terhadap tantangan-tantangan lingkungan yang ada.
- Decline of civilization, yaitu keruntuhan peradaban. Bagaimana peradaban jatuh, terdisintegrasi, dan hancur? Peradaban yang jatuh kemudian hancur adalah kenyataan sejarah. Tetapi kejatuhan atau kehancuran peradaban bukan karena faktor geografis atau penyerbuan dari luar. Juga bukan karena kemunduran teknik dan teknologi. Karena kemunduran peradaban adalah sebab, sedang kemunduran teknik adalah konsekuensi atau gejala. Pembeda utama massa pertumbuhan dan masa disintegrasi adalah pada masa pertumbuhan peradaban sukses memberikan respon terhadap tantangan sedangkan pada masa disintegrasi peradaban gagal memberi respon yang tepat. Toynbee menegaskan bahwa peradaban tuntuh karena buhuh diri (sosial), bukan karana pembunuhan (sosial). Civilizations die form suicide, not by murder. Kemunduran melewati fase-fase berikut:
- Kemerosotan kebudayaan, terjadi karena minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaanya, maka mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas pecah dan tentu tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
- Kehancuran kebudayaan, mulai tampak setelah tunas-tunas kehiduapn itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, maka seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atua kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati, dan menjadi fosil.
- Lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.
Keruntuhan dan disintegrasi bisa berabad-abad, bahkan ribuan
tahun. Toynbee memberi contoh, peradaban Mesir mulai jatuh apda abad ke-16 SM
dan hancur pada abad ke-5 M. Selang dua ribu tahun atara awal jatuh dan
kehancurannya adalah masa kehidupan yang membatu.
TEORI
SINKRONISASI BUDAYA
Globalisasi sebagai suatu proses mendunia yang ditandai
dengan semakin hilangnya batas-batas dunia (a borderlles world: one world,
different but never divide), tidak lepas dari perkembangan pemikiran manusia.
Perubahan dunia, termasuk masyarakat dan kebudayaannya, menurut Barbara
Ward (1960) lebih banyak disebabkan oleh pemikiran dari pada gerakan
demontrasi. Pemikiran manusia yang terus mengalir dan disertai dengan inovasi
telah mampu merubah dunia dan peradaban manusia, seperti yang kita saksikan
sekarang. Menurut Barbara Ward, ada lima pokok pikiran yang merubah dunia
yaitu: Industrialisme, Kolonialisme, Komunisme, Nasionalisme, dan
Internasionalisme.
Industrialisme yang
diawali dengan penemuan api, telah melahirkan berbagai teknologi yang
mempermudah manusia dalam mengatasi tantangan alam. Temuan berbagai
teknologi, dalam bidang pertanian telah mendorong peningkatan produksi di
bidang pertanian, yang kemudian mendorong manusia untuk menguasai tanah sebagai
sumber produksi. Penguasaan atas tanah-tanah pertanian ini kemudian melahirkan
feodalisme. Di sisi lain, revolusi industri yang terjadi di Inggris
pada abad ke 17 telah melahirkan kolonialisme. Industrialisasi yang
ditandai dengan peningkatan proses produksi bukan hanya merubah pola hidup dan
pola konsumsi masyarakat, tetapi juga mendorong bangsa-bangsa Eropa mencari
daerah pemasaran atas hasil produksinya. Selain mencari daerah pemasaran,
mereka juga mencari bahan baku bagi industri yang sedang mereka kembangkan dan
bahan-bahan kebutuhan lain yang tidak ada di negaranya.
Pencarian daerah pemasaran inilah yang kemudian menimbulkan kolonialisme,
khususnya di wilayah Asia dan Afrika yang sebagian besar penduduknya masih
belum berpendidikan. Mereka bukan hanya sekedar mencari daerah pemasaran,
tetapi juga sekaligus menguasai (menaklukan) daerah tersebut.
Kolonialisme inilah yang kemudian melahirkan suatu ideologi nasionalisme,
sebagai bentuk perlawanan terhadap negara-negara penjajah. Ideologi
nasionalisme (kebangsaan) merupakan kebangkitan dari bangsa-bangsa yang
terjajah untuk melepaskan diri dari keterhinaan bangsa penjajah. Sebagai bangsa
yang terjajah, harga diri dan martabatnya telah diinjak dan dihina oleh bangsa
penjajah. Dengan kesadaran bahwa semua bangsa mempunyai hak, harkat, dan
martabat yang sama, bangsa-bangsa yang terjajah mulai bangkit melawan penjajah
untuk merdeka dan membentuk suatu negara yang diperintah sendiri. Oleh
karena itu, kelahiran suatu negara, terutama setelah perang dunia II bersamaan
dengan kalahiran suatu bangsa (Arnason, 1990:212).