LUMBUNG PADI KHAS SUNDA
SITI JUBAEDAH*
Gambaran yang
meperlihatkan para petani memanggul untaian padi menuju sebuah bangunan besar
di pusat desa atau lumbung, telah menjadi potret klasik dunia pertanian dewasa
ini. Kearifan lumbung semakin memudar. Padahal sistem lumbung bisa menjadi cara
bertahan para petani dari krisis pangan, rentenir dan memenuhi kebutuhan
benih.Sistem lumbung sebagai pusat cadangan pangan, terutama di kawasan
pedesaan, kini semakin sulit ditemukan. Sisa kearifan pengelolaan pangan itu
terkikis oleh perubahan tuntutan hidup, dimana kepraktisan menjadi salah satu
dasar perhitungan. Saat ini aksesperekonomian di pedesaan sudah cukup maju,
sehingga kredit pedesaan dalam bentuk innatura mudah didapat dan banyak
ragamnya. Keputusan pemerintah untuk mengambil alih fungsi lumbung dengan
mendirikan BULOG, yang berperan sebagai “lumbung nasional”, semakin menyurutkan
peran lumbung sebagai salah satu pengejawantahan kemandirian petani.[*]
Namun, di
beberapa daerah di tanah air sistem lumbung masih ada yang bertahan. Di
tempat-tempat tersebut, lumbung dimaknai lebih dari sekedar bangunan fisik
untuk menyimpan padi atau bahan natura lain. Pada beberapa latar budaya,
lumbung memiliki signifikansi sosial yang cukup kental, bahkan dikeramatkan dan
hanya dapat dimasuki atas kesepakatan adat. Di sisi lain, masih ada kalangan
yang memaknainya secara konvensional sebagai lumbung paceklik atau lumbung
pangan yang kegiatan utamanya adalah simpan pinjam dalam bentuk natura saja.
Padahal sistem lumbung bisa dijadikan institusi ekonomi tingkat pedesaan yang
juga menangani kredit petani, distribusi dan fungsi logistik yang cukup
Lumbung dipandang sebagai model perangkat ketahanan pangan masyarakat desa yang
cukup efektif. Akan tetapi seiring dengan masuknya model-model kelembagaan lain
yang terlebih dahulu berkembang di daerah perkotaan, eksistensi lumbung desa
makin menyurut. Daya tahan keberadaan lumbung desa sebetulnya terletak pada
kehidupan sosial dan semangat gotong royong yang mendarah daging dalam masyarakat.
Oleh karenanya pertumbuhan lumbung desa di Indonesia akan terpengaruh oleh
adanya perubahan-perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat.
Di beberapa
daerah, lumbung desa juga dikenal sebagai lumbung paceklik, yang umumnya
ditujukan untuk membantu mengatasi kerawanan pangan bila muncul paceklik,
sebagai bank padi atau gabah dan membantu warga desa yang terkena musibah.
Masyarakat yang menjadi anggota lumbung juga dibiasakan untuk hidup hemat dan
suka menabung sekaligus juga belajar berkoperasi.Lumbung desa didirikan karena
kehidupan sosial ekonomi masyarakat bertumpu pada bidang pertanian. Sektor ini
sangat dipengaruhi iklim. Bila suatu saat iklim tak mendukung, misalnya terjadi
musim kemarau panjang, banjir, hama penyakit yang bisa menimbulkan rawan
pangan, peranan lumbung desa sangat diharapkan untuk menopang kehidupan petani.
Bagian
dindingnya terbuat dari bilik bambu dan beratapkan ijuk. Karena bentuknya
jauh lebih kecil dari pada Rumah, maka hal ini sangat memungkinkan bagi sebuah
Leuit / Lumbung Padi dapat di pindah-pindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain
jika hal itu di rasa sangat di perlukan. Terutama di saat terjadi musibah
bencana alam atau pun kebakaran dsb. Sebuah Leuit biasa di pergunakan oleh
masyarakat petani sebagai sarana tempat untuk menyimpan Padi yang telah di
keringkan usai panen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar