Kamis, 04 Juli 2013

lumbung padi



LUMBUNG PADI KHAS SUNDA 

SITI JUBAEDAH*





Gambaran yang meperlihatkan para petani memanggul untaian padi menuju sebuah bangunan besar di pusat desa atau lumbung, telah menjadi potret klasik dunia pertanian dewasa ini. Kearifan lumbung semakin memudar. Padahal sistem lumbung bisa menjadi cara bertahan para petani dari krisis pangan, rentenir dan memenuhi kebutuhan benih.Sistem lumbung sebagai pusat cadangan pangan, terutama di kawasan pedesaan, kini semakin sulit ditemukan. Sisa kearifan pengelolaan pangan itu terkikis oleh perubahan tuntutan hidup, dimana kepraktisan menjadi salah satu dasar perhitungan. Saat ini aksesperekonomian di pedesaan sudah cukup maju, sehingga kredit pedesaan dalam bentuk innatura mudah didapat dan banyak ragamnya. Keputusan pemerintah untuk mengambil alih fungsi lumbung dengan mendirikan BULOG, yang berperan sebagai “lumbung nasional”, semakin menyurutkan peran lumbung sebagai salah satu pengejawantahan kemandirian petani.[*]
Namun, di beberapa daerah di tanah air sistem lumbung masih ada yang bertahan. Di tempat-tempat tersebut, lumbung dimaknai lebih dari sekedar bangunan fisik untuk menyimpan padi atau bahan natura lain. Pada beberapa latar budaya, lumbung memiliki signifikansi sosial yang cukup kental, bahkan dikeramatkan dan hanya dapat dimasuki atas kesepakatan adat. Di sisi lain, masih ada kalangan yang memaknainya secara konvensional sebagai lumbung paceklik atau lumbung pangan yang kegiatan utamanya adalah simpan pinjam dalam bentuk natura saja. Padahal sistem lumbung bisa dijadikan institusi ekonomi tingkat pedesaan yang juga menangani kredit petani, distribusi dan fungsi logistik yang cukup
 Lumbung dipandang sebagai model perangkat ketahanan pangan masyarakat desa yang cukup efektif. Akan tetapi seiring dengan masuknya model-model kelembagaan lain yang terlebih dahulu berkembang di daerah perkotaan, eksistensi lumbung desa makin menyurut. Daya tahan keberadaan lumbung desa sebetulnya terletak pada kehidupan sosial dan semangat gotong royong yang mendarah daging dalam masyarakat. Oleh karenanya pertumbuhan lumbung desa di Indonesia akan terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat.
Di beberapa daerah, lumbung desa juga dikenal sebagai lumbung paceklik, yang umumnya ditujukan untuk membantu mengatasi kerawanan pangan bila muncul paceklik, sebagai bank padi atau gabah dan membantu warga desa yang terkena musibah. Masyarakat yang menjadi anggota lumbung juga dibiasakan untuk hidup hemat dan suka menabung sekaligus juga belajar berkoperasi.Lumbung desa didirikan karena kehidupan sosial ekonomi masyarakat bertumpu pada bidang pertanian. Sektor ini sangat dipengaruhi iklim. Bila suatu saat iklim tak mendukung, misalnya terjadi musim kemarau panjang, banjir, hama penyakit yang bisa menimbulkan rawan pangan, peranan lumbung desa sangat diharapkan untuk menopang kehidupan petani.
Bagian dindingnya terbuat dari bilik bambu dan beratapkan ijuk.  Karena bentuknya jauh lebih kecil dari pada Rumah, maka hal ini sangat memungkinkan bagi sebuah Leuit / Lumbung Padi dapat di pindah-pindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain jika hal itu di rasa sangat di perlukan. Terutama di saat terjadi musibah bencana alam atau pun kebakaran dsb. Sebuah Leuit biasa di pergunakan oleh masyarakat petani sebagai sarana tempat untuk menyimpan Padi yang telah di keringkan usai panen.


[*] Mahasiswa STKIP SETIA BUDHI Rangkasbitung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar